Tongkonan adalah rumah adat leluhur di Sulawesi Selatan, Indonesia, atau rumah adat masyarakat Toraja. Tongkonan berukuran besar dengan atap pelana berbentuk lambung. Seperti kebanyakan arsitektur tradisional Austronesia di Indonesia, Tongkonan dibangun di atas pilar.
Pembangunan Tongkonan adalah tugas yang berat dan biasanya dilakukan dengan bantuan semua keluarga dan teman. Dalam masyarakat adat Toraja, hanya bangsawan yang berhak membangun Tongkonan. Orang-orang biasa tinggal di sebuah rumah kecil tanpa dekorasi yang disebut Banua.
Tongkonan biasanya dibangun menghadap utara dan selatan. Mendominasi seluruh struktur adalah atap pelana dengan atap pelana terangkat secara dramatis. Ruang interiornya kecil dibandingkan dengan struktur atap luar biasa yang menutupinya. Interior biasanya sempit dan gelap, dengan sedikit jendela, tetapi sebagian besar kehidupan sehari-hari dilakukan di luar ruangan, dan interiornya hanya ditujukan untuk tidur, penyimpanan, pertemuan, dan terkadang tempat berteduh.
Tongkonan besar dapat memakan waktu sekitar 3 bulan untuk dibangun oleh 10 kru dan satu bulan lagi untuk mengukir dan mengecat dinding luar. Perancah bambu dibangun selama tahap konstruksi. Sambungan lidah dan alur telah dipakai tanpa memerlukan paku.
Beberapa komponen diproduksi dalam perakitan akhir mereka. Tongkonan dibangun di atas substruktur bergaya rumah kayu, tetapi dipasang di atas tumpukan kayu vertikal besar dengan mortise yang dipotong di ujungnya untuk menahan balok pengikat horizontal pada tempatnya. Bagian atas tiang terdiri dari alur vertikal dan balok melintang yang menopang bangunan atas. Substruktur yang tersisa dirakit di lapangan.